The Hunger Games – A Review

I just keep wishing I could think of a way to show them that they don’t own me. If I’m gonna die, I wanna still be me. – Peeta Mellark

Diangkat dari kisah novel trilogi terkenal karangan Suzanne Collins, The Hunger Games, bahkan sebelum filmnya dirilis telah memiliki banyak penggemar fanatik, yang pastinya menanti kemunculan film ini. Entah apa yang terjadi pada saya hingga novel, yang katanya bagus ini, luput dari perhatian saya – yang ngakunya suka baca buku. Jadi, sangat disayangkan, bahwa saya tidak akan membandingkan film ini dengan novelnya. Hal yang biasa saya lakukan, saat berdikusi dengan teman, sehabis menonton Harry Potter dan Twilight Saga. Sehingga tentu saja, pemahaman saya menjadi kurang dalam karena hanya berdasarkan apa yang saya lihat di film saja. *sedihbukankepayang*

Film ini menceritakan tentang sebuah negara bernama Panem dengan ‘tradisi’ tahunannya bernama The Hunger Games dari sisi seorang gadis bernama Katniss Everdeen (Jennifer Lawrence).
Panem sendiri memiliki 12 Distrik, yang dipimpin oleh The Capitol. Di masa lalu, ke 12 distrik yang berada dibawah kekuasaan The Capitol melakukan pemberontakan. Pemberontakan itu berakhir dengan kekalahan bagi ke-12 Distrik dan The Capitol masih tetap berkuasa. Untuk memperingati pemberontakan itu, The Capitol menggelar kompetisi tahunan bernama The Hunger Games.
The Hunger Games adalah sebuah kompetisi yang berisi 24 peserta (yang disebute Tributes) dari 12 distrik ‘jajahan’ Capitol. Tiap distrik mengirimkan 2 Tributes (1 pria, 1 wanita) dimana mereka akan bertanding mempertahankan hidup di sebuah hutan, saling membunuh sehingga hanya tersisa 1 pemenang saja, the last man standing, peserta yang berhasil bertahan hidup.

Memasuki tahun ke 74, The Hunger Games kembali akan digelar dan melakukan pengundian peserta di tiap distrik untuk memilih 2 Tributes sebagai. perwakilan. Pada tahun ke 74-The Hunger Games ini, Prim (Willow Shield ), adik Katniss, yang baru pertama kali mengikuti undian Tributes ternyata terpilih menjadi salah satu Tribute dari Distrik 12. Tidak tega adiknya harus menghadapi kompetisi ‘pengantar nyawa’ tersebut, Katniss akhirnya pun mengajukan diri sebagai relawan untuk menggantikan Prim. Bersama Peeta Mellark (Josh Hutcherson), rekan satu distriknya, mereka berdua berangkat ke The Capitol untuk mewakili Distrik12 dalam ajang tahunan The Hunger Games ke-74.
Disinilah perjuangan dan drama sesungguhnya dimulai bagi Katniss. Bersama dengan Peeta dan tributes lain, ia harus berjuang bertahan hidup di tengah ganasnya hutan dan sadisnya peserta lain yang tidak sungkan-sungkan membantai. Bersaing untuk menjadi peserta terakhir yang hidup.

Pada awalnya, saya merasa film ini agak aneh. Mungkin ada yang ingat dengan film Battle Royal? Saya tidak pernah suka dengan film itu, terlalu sadis untuk selera saya. Konsep pertandingan The Hunger Games agak mirip dengan Battle Royal. Tapi kemudian, film ini dapat meng-engage perhatian saya dan suprisingly saya bisa menikmati film ini. Memang harus saya akui, jalan ceritanya mudah dan enak untuk diikuti. Dan juga ternyata tidak se-menyeramkan bayangan saya hohoho. So, that’s a good start. Akting-akting pemainnya juga sangat kuat. Terutama Jennifer Lawrence (sbg Katniss), mungkin juga krn porsi film ini kebanyakan difokuskan ke Katniss sehingga fokus saya cenderung ke arah tokoh tersebut.

Sekilas, film ini berfokus pada perjuangan Katniss di kompetisi Hunger Games. Tapi menurut saya, banyak sekali ‘pesan’ sosial tersembunyi yang sebenarnya juga sangat erat kaitannya dengan keseluruhan cerita. Isu keluarga, teenage love, dignity and politics. Politik misalnya, lihat saja bagaimana The Capitol menciptakan propaganda bahwa ajang tahunan The Hunger Games itu merupakan bentuk rasa terima kasih kepada kebaikan The Capitol selama ini yang ‘merawat’ ke 12 distrik tersebut dan untuk memperingati pemberontakan di masa lalu. Padahal, menurut saya, kompetisi ini adalah kutukan, buat mereka yang harus mempertaruhkan nyawa ataupun mereka yang hanya menjadi penonton. Yet, The Capitol really know how to play the public opinion. Tipuan ala panggung politik sih ya intinya.

Isu keluarga, saat Katniss berkorban demi Prim. Teenage love or should I say ‘triangle love’? Between Gale-Katniss-Peeta. Atau Dignity saat Katniss dan Peeta tetap berusaha menjaga prinsip2 mereka di tengah-tengah keadaan yang seharusnya dapat membuat mereka lupa dengan hati nurani.

This is a very good movie to watch. Despite it’s cheesy love story -(adults tend to hate teenage love story)- but overall this movie is a very enjoyable one. It has actions, archery act (I always love archery art) and high fashion costumes. You really can find haute couture and others Runway look-alike along the movie. Siapa sih yang tahan lihat red flame dress-nya Katniss? Me want one!!!
And don’t forget the story as well. Maybe not that perfect, but it was pretty good to me and touched me by it’s own way.

Director : Gary Ross
Screen Writer : Gary Ross, Suzanne Collins
Casts : Jennifer Lawrence, Josh Hutcherson, Liam Hemsworth.

2 thoughts on “The Hunger Games – A Review

  1. Aku masih penasaran sama film ini, akhirnya sekarang baca bukunya :p baru baca bagian awal sih..

    Dan penasaran kaya’ gmn eksekusi pengenalan tributes yg pake api2an gitu 🙂

    Thankies fita :*

    Like

    • ahhh…honestly, ini review yang terburu buru. Berantakan hahah
      btw, ini aku juga lagi baca bukunya…
      semoga cepat selesai karena sudah gak sabar ‘memecah diri’ dalam rangkaian partikel :p

      Like

Leave a comment